pemberdayaan perempuan dan pengembangan kepemimpinan untuk demokratisasi

Self-Care : Ikhtiar Penting Perempuan Pembela HAM untuk Wujudkan Keamanan Terintegrasi

Published Date: 
Thursday, April 30, 2015

 

Apa yang  seringkali Anda rasakan di tengah kesibukan aktivisme Anda maupun upaya Anda berjuang untuk sesama? Seringkali rasa lelah yang dalam, abai pada diri sendiri,  perasaan untuk dituntut serba sempurna, merasa bersalah (guilty feeling) ketika persoalan tak kunjung usai. Apa yang salah dari semua upaya kita, sehingga  terkadang ikhtiar kita menjadi sesuatu yang terasa kurang bermakna? Benarkah kita telah mengalami kelelahan yang sangat, depresi yang mendalam, bahkan merasa tersedot energi kita saat kita memikirkan orang lain? Sudahkah kita berbuat adil pada diri kita misalnya menjaga kesehatan diri dan menemukan cara-cara sederhana untuk selalu merasa berbahagia?

Pertanyaan-pertanyaan ini setidaknya menjadi bahan refleksi dalam Lokakarya “Integrated Security and Peace Building  bagi  Perempuan pembela HAM”, yang  diselenggarakan  oleh Institute of Women Empowerment (IWE) 25-28 Agustus 2014 di Bandung. Lokakarya ini dilaksanakan dengan tujuan  untuk meningkatkan kesadaran para perempuan pembela HAM tentang makna keamanan yang terintegrasi dalam kerja-kerja mereka, mengalami pergeseran sikap sehingga memaknai hal tersebut sebagai bagian yang tak terpisahkan sebagai bagian dari kerja-kerja HAM, membangun strategi yang berkelanjutan, membangun organisasi dan kapasitas gerakan, memperdalam pemahaman dan analisis, serta memiliki kapasitas-kapasitas untuk membangun perdamaian. Maman Abdurrahman, AD. Kusumaningtyas, dan Yuli Apipah hadir sebagai perwakilan Rahima untuk mengikuti acara ini.

Di awal Lokakarya yang dipandu oleh Lin Chew dan Ginger, dan didampingi oleh Dini Anitasari Sabaniah, Anty, dan Marhaini Nasution dari  IWE, para peserta diminta untuk mengingat-ingat satu momen yang membuat mereka masing-masing merasa berbahagia. Ternyata, ada banyak hal sederhana yang membuat kita merasa bahagia. Seperti sehat, mendapatkan ucapan selamat ulang tahun dari orang-orang tercinta, menggambar bersama anak, diterima oleh orang-orang terdekat, memasak, dan lain sebagainya. Bahagia atau yang dalam lokakarya ini diistilahkan dengan Well-Being  atau kesejahteraan meliputi kesejahteraan fisik, kesejahteraan mental, kesejahteraan emosional, dan kesejahteraan hubungan. Oleh karenanya, salah satu upaya untuk berada pada situasi well-being, kita harus melakukan self-care (memberi perhatian pada diri sendiri).

 

Dalam memahami pentingnya situasi Well-Being bagi para perempuan pembela HAM, para peserta diminta untuk menggambarkan situasi diri mereka melalui gambar sebuah pohon well-being. Mereka diminta untuk merefleksikan akar atau fondasi dari aktivitas mereka selama ini,  lingkungan maupun sistem pendukung yang merupakan batang dan anak-anak cabang dari pohon well-being ini, lalu daun-daun yang berupa gejaja-gejala apa saja yang mulai terlihat sebagai  hasil dari aktivitas mereka, dan terakhir adalah untuk merefleksikan apa buah dari apa yang selama ini mereka kerjakan? Menggambar pohon well-being ini membuat saya merasa tercengang, karena menemukan bahwa selain memiliki akar yang cukup kuat karena nilai-nilai yang kita yakini juga sangat terkait dengan pengalaman pribadi, namun dukungan dari orang-orang terdekat, sistem yang baik di tempat kerja,  maupun adanya aturan negara maupun kultur yang kondusif juga seperti batang dan dahan pohon yang kokoh. Selain itu, terjadinya perubahan-perubahan kecil di masyarakat maupun munculnya kader-kader pemimpin baru di komunitas yang melakukan berbagai ikhtiar pembelaan HAM, upaya penghapusan kekerasan maupun membangun relasi yang adil dan setara dengan cara yang sesuai dengan konteksnya masing-masing bisa diibaratkan menjadi daun, bunga, dan buah dari perjuangan kita selama ini. Bukan hanya saya, peserta lain yang seluruhnya berjumlah 30-an orang yang merupakan aktivis dari berbagai komponen mitra IWE juga merasakan hal yang serupa; bahkan dengan berbagai pengalaman unik lainnya.

Selama melaksanakan workshop yang berlangsung 4 hari ini, para peserta belajar banyak untuk memahami pentingnya keamanan terintegrasi dalam menjalankan aktivisme kita, dengan melakukan self care (memberi perhatian pada diri sendiri) supaya terus menerus dalam situasi sejahtera yang prima (well-being). Mereka juga saling berbagi pengalaman mengenai upaya self-care yang seringkali dilakukan ketika mengalami kepenatan. Mulai dari membangun jejaring baik di tingkat lokal, nasional, regional, bahkan internasional,  menggandeng media maupun advokasi melalui media sosial, serta memanfaatkan berbagai instrumen HAM yang ada sebagai upaya membangun keamanan terintegrasi maupun aktivitas pribadi seperti melakukan pijat (massage), ke salon, belajar bela diri, melakukan kegiatan spiritual seperti shalat dan meditasi, melakukan aktivitas ringan yang menyenangkan seperti memasak atau olah raga adalah upaya-upaya self-care yang biasa kita lakukan.  Ada di antara peserta yang dengan senang hati mengajarkan tentang titik-titik pijat refleksi, mengatasi berbagai situasi emosional dengan memencet jari-jari tangan.  Ginger, fasilitator yang sehari-harinya tinggal di Chiangmai, Thailand,  mengajarkan kami teknik-teknik dasar melakukan reiki, sebuah  terapi kesehatan yang asal usulnya dari Jepang dengan menggunakan spirit energi alam.  Dengan reiki, kita bisa berlatih melakukan upaya menyembuhkan diri sendiri dari dan orang lain saat mengalami gangguan berbagai macam penyakit. Harapannya, setelah melakukan reiki ini, kepenatan kita hilang dan  energi kembali pulih sehingga kita sanggup melakukan berbagai aktivitas kemanusiaan lainnya.

Issue: 
Partisipasi Publik dan Politik